Mengenai Saya

Kamis, 10 Februari 2011

Mainan mobil dari batu

Mainan mobil dari batu

Pagi yang megah baru saja bangun. Dari tidurnya yang pulas semalaman. Sahut-menyahut burung Parkit dari arah luar jendela sudah bisa ditebak. Semburat jingga telah menyambut tiap cucu dari kaum Adam. Tiap orang nampaknya sudah ada yang hilir mudik. Ada yang hanya sekedar menggerakan badan demi alasan kesehatan. Ada pula yang sibuk melihat jam tangan mereka sebagai tanda waktu telah menyeret mereka dalam lingkaran hidup yang mengikat erat.

Akan tetapi ada yang aneh dengan Pak Tarjo. Pagi-pagi buta ia sudah mengais-ais sampah dikomplek Perumahan di kelurahan Sendangguwo Baru, Semarang. Sudah sepagi itu ia membanting tulang. Itu tak lebih karena demi anak dan istri.

Ketika tanpa sengaja Pak Tarjo mengaduk-aduk timbunan sampah yang bau bukan main itu, ditemukan mainan mobil Tamiya yang masih cukup bagus. Segera dia jejalkan mainan itu ke karung yang sejak tadi ditenteng.

"ini pasti akan membuat Adi senang bukan kepalang", gumamnya dalam hati.

Sejurus berlalu. Angin mulai bertingkah, sesekali menggoda pepohonan yang rimbun. Semburat jingga kini menguning, cerah sekali, secerah raut wajah Pak Tarjo. Hari ini tampaknya anaknya satu-satunya itu akan merasa riang gembira.

******

Sampai di rumah. Adi mencium tangan ayahandanya.

"Selamat pagi ayahanda", raut muka Adi tersungging, melihat rona teduh sang ayah."tahu gak hari ini ayah bawa mainan baru buat ananda" senyum simpul sang ayah bergulung-gulung."wah bagus sekali ayahanda, dapat dari mana kah ini, elok nian mainan ini" tak sabar, Adi menyambut karung ayahnya.

Adi senang bukan kepalang. Dipeluknya erat-erat mainan mobil Tamiya. Warna merah menyala. Rodanya sudah tampang usang. Body sang mainan sudah tampak reot, tampak lusuh. Diseka tiap detail mainan baru itu dengan kain lap. Adi sangat gembira. Karena mobil itu akan menggantikan mainan lamanya. Batu-batu keras kepalang. Batu sering dia adu dengan batu, Adi anggap itu sebagai mobil layaknya mobil-mobilan yang biasa dimiliki anak seusianya.

Bisa diibaratkan Adi seperti baru saja mendapat undian berhadiah mobil baru, seperti yang biasa tampil di undian acara TV. Undian lotere yang hanya layak dimilki orang-orang berdasi.

*****

Ayah Adi, memang ayah yang hebat. Disulapnya mobil butut itu dengan sentuhan halus tangannya mobil bekas itu menjadi mobil Tamiya yang lincah bukan main. Kini mainan Adi itu begitu lincah, meliuk-liuk ditiap tikungan, meraung-raung bunyinya saat tancap gas. Gesit seperti tupai yang hinggap dari satu dahan kelapa ke dahan yang lain.

Akhirnya waktu kompetisi lomba tujuh belasan mulai digelar. Warga kampung itu selalu riuh dan antusias mengikuti tiap event tahunan yang meriah itu. Adi tak mau melewatkan kesempatan emas dihadapannya. Dengan mobil andalan barunya ini dia mengikuti kejuaraan.

Hari pelaksanaan lomba pun tiba. Semua peserta telah bersiap siaga di garda terdepan start. Ambil ancang-ancang. Hitungan tanda lomba telah dimulai. Bendera berkibar. Dan tancap gas. Bunyi desingan mesin mobil Tamiya sahut-menyahut. Saling salip bak balapan Formula Satu. Melewati tiap tikungan dengan mantap. Mengepakan sayap dengan gagah ketika lajur lurus. Meloncat. Melentik gagah. Dan Adi berhasil finish tecepat. Juara baru telah didapat. Menumbangkan juara bertahan Anto. Suara tepuk tangan membumbung tinggi, gegap gempita. Pak Tarjo bangga. Adi sujud tafakur.

*****

Piagam dan hadiah segera akan diberikan ketua panitia Pak Karmun, kepala desa Sendangguwo Baru. Tapi seketika riuh penoton pecah oleh suara Anto.

“Dasar pencuri”, sambil menunjuk Adi, Anto garang.

Adi tertegun. Linglung.

“dia yang telah mencuri mobil Tamiya merahku itu”, nada makin meninggi, “dasar anak pemulung, gembel”.

“maksudmu?”, sergah pak Karmun.

“kalau tidak percaya coba tanyakan anak gembel itu”, tuduhnya keji.

“benarkah itu, Adi?” Tanya pak Karmun sambil melihat reaksi Adi yang pucat pasi.

“benar ini bukan mobilku, ayahku menemukannya ditumpukan sampah depan rumah Anto”, pahit rasanya menelan pil kejujuran.

“kalau begitu kemenangannya tak sah”, Anto naik pitam.

Karena Anto tak lain tak bukan anaknya pak Karmun, anak kepala desa itu tanpa berunding dengan panitia lain dia menganulir kemengan Adi. Piagam dan perhargaan yang sudah didepan mata raib. Ditelikung oleh pejabat tanpa kompromi. Sebenarnya pak Tarjo ingin berdalih, menyampaikan pembelaan. Asal muasal cerita kenapa mobil itu bias berada dipangkuannya. Tapi melihat keangkuhan pak Karmun diurungkan niatnya itu. Karena akan percuma saja. Alasan paling masuk akal pun akan mental. Ditolaknya mentah-mentah.

Pak Tarjo mendekati Adi. Lirih diucapkannya ke telinga anak kesayangannya itu.

“tak usah kau risaukan ananda, kau layak juara, aku bangga padamu”, hibur sang ayah.

“tapi aku kalah ayahanda, aku kalah, tampaknya aku akan kembali dengan batu-batu itu, itulah mainanku dulu”, Adi masih bembisu di depa podium.

******

Sedikit cerita, waktu setahun lalu Adi minta dibelikan mobil Tamiya seperti kawannya. Adi sempat ngambek tidak mau makan semalaman. Karena ayahnya tak mampu membelinya walaupun harus mengais-ais sampah sebulan penuh. Untuk makan saja masih pinjam sana-sini. Hati ayah Adi kelu. Perih seperti teriris sembilu. Sudah lama Adi menginginkan mainan baru. Hal ini karena batu-batu yang biasa dibuat layaknya mobil yang mendesir-desir telah dibuang Anto karena merasa iri.

Begitulah kisahnya. Pak Tarjo berusaha menghibur Adi yang tampaknya telah melinangkan air mata. Memeluknya erat dan mengajaknya pulang dengan sepeda reotnya. Pergi meninggalkan kerumunan. Hadirin merasa kasihan tapi hanya pasrah.


Adi dan ayahnya berjalan menyusi jalan sempit menuju danau. Tempat biasa Adi diajak bila dia sedah sedih atau hanya sekedar melepas beban derita keluar miskin itu. Keluarga miskin ditengah kepungan gedung-gedung pongah itu.


Nasib sebagai anak pemulung tak dapat ditolaknya. Karena swaktu kita lahir takkan mungkin bias memilih orang tua kita. Pak Tarjo adalah bagian dari skenario culas para Politisi negeri ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar